BUKAN KEINGINANKU TUK PERGI DARIMU
Saat
itu suasana cerah menghibur setiap pribadi yang merasakannya. Nama ku Bella
lebih akrab dipanggil cumi oleh sahabat dan pacarku. Aku ingin bercerita
tentang perasaanku yang selama ini harus tersakiti. Sebut saja dia Harchi (nama
panggilan), dia adalah sahabat sekaligus orang yang aku sayang dan kita pernah saling mencintai. Namun itu tak berakhir lama, karena dia memang tak bisa
memiliki pacar yang jauh. Sebenarnya jika dibandingkan dengan cewek-cewek lain
yang dia kenal, aku adalah yang paling jelek. Tapi aku bersyukur karena aku
masih dikasih kesempatan untuk mencintainya dan memberikan dia kasih sayang.
Sekarang ini aku dan dia sudah jarang berkomunikasi.
Aku sekarang sekolah diluar daerah, sedang dia masih sekolah didaerahku. Aku
selalu melihat kabar dia lewat SosMed (sosial media). Memang hatiku selalu
perih ketika kulihat dia sekarang sudah bersama yang lain, dan tak sedikit air
mata ini yang keluar ketika ku dengar kabarnya sedang menjalin tali kasih
bersama yang lain karna sesungguhnya aku dan dia belum pernah putus, hanya
jarak yang memisahkan. Aku sadar cinta sejati adalah cinta yang tak pernah bisa
dipisahkan oleh apapun kecuali maut. Tapi aku dan dia mungkin memang takkan
bisa bersatu.
Angin yang menyejukkan
diri ini, membawa ku pada bayangannya. Siapa lagi sosok itu kalau bukan harchi.
Aku yang sedang berteduh pada sebuah pohon yang cukup rindang, akhirnya
memutuskan untuk membuka facebook aku iseng-iseng comment distatusnya. Tapi
akhirnya aku seneng banget karena commentku di bales olehnya. 10 menit aku dan
dia saling menanyakan kabar, pada akhirnya aku mengetahui kabarnya bahwa dia
sedang sakit.
Rasanya aku ingin
menangis tapi untunglah aku masih sadar kalau waktu itu aku masih berada
disekolah. Saat mendengar kabarnya aku ingin pulang kedaerahku danmenjenguk dia
yang sedang sakit.
Malam yang dingin
berselimut kan rindu, aku mencoba untuk menelvonnya tapi telfonku tak diangkat.
Aku khawatir tentang keadaannya, ingin ku tembus malam dan mencoba datang menghampirinya.
Setelah beberapa saat ku menunggu, akhirnya dia mengangkat telfonku. Air mata
ini mulai menetes ketika ku dengar suaranya yang melemah. Aku sangat hafal
suaranya, suara yang tegas dan terkadang selalu membuat aku tertawa. Kini suara
itu melemah dan hampir hilang bahkan suara itu disertai batuk. Aku tak tahu
pasti apa penyakitnya tapi waktu itu dia batuk dan ada darahnya. Walau aku tak secara langsung
merasakannya tapi aku bisa tahu kalau dia benar-benar merasakan sakit. Saat ini
aku hanya bisa berdo’a dan menguatkannya.
“harchi, kamu harus kuat
ya” sambil terisak ku coba menguatkan dirinya.
“ya cumi, aku akan selalu
berusaha buat sembuh, tapi jika ku tak kuat. Ku harap kau masih dapat mengenangku dan memaafkan segala kesalahan ku”.
Dia bicara sambil menahan sakit.
Ketika ucapan itu keluar dari mulutnya, air mataku semakin menetes membanjiri
ranjangku.
“harchi, kamu nggak boleh
ngomong seperti itu sayang. Aku nggak ingin kehilangan kamu, kamu harus jaga
diri kamu, jangan sampai lupa makan dan minum obat ya”.
“mik... kamu jangan
menangis, aku baik-baik saja kok”.
“harchi, dengan kondisimu
yang seperti ini kamu nggak bisa bohongi aku kalau kamu baik-baik saja”.
“mik... sebenarnya aku
sudah divonis, jadi aku hanya bisa berserah”.
“harchi.. dengerin aku.
Nggak ada seorang dokter yang bisa mengetahui umur seseorang. Sekalipun dokter
mengatakan bahwa umurnya sudah tak lama lagi, tapi ucapan itu tak ada yang
benar. Karena yang mengetahui segalanya adalah Tuhan yang menciptakan kita dan
semesta ini. Bersyukurlah ketika kamu diber sakit. Karena dengan ini kamu akan
belajar untuk lebih mencintai dirimu sendiri”.
“mik kenapa kamu menguatkan aku. Bukankah
harusnya kamu senang jika aku tak ada lagi, dan pastinya kamu tak ada yang
menyakiti kamu”
“harchi, aku tak pernah menganggap kamu
melukai hati ku dan aku tak akan pernah senang jika kamu berkata seperti itu.
Tapi aku...”.
“tapi apa mik...?
“tapi aku akan menangis
karenamu. Jika aku boleh berbohong, aku akan berbohong kalau aku nggak kangen
kamu, nggak sayng kamu, dan aku nggak membutuhkan kamu”.
“cumi, maafkan aku ya,
kalau selama ini aku belum bisa memberikan yang terbaik untukmu. Aku hanya bisa
melukai perasaanmu, dan membuat mu menangis. Mik aku memang tak bisa
mencintaimu semakin dalam, karena akhirnya toh kita tak akan bisa bersama.
Mungkin jika kamu mengalah, kita pasti dapat bersama”.
“sudahlah harchi, aku tak
bisa merubah keputusanku, karena bagiku agama itu lebih penting dari pada kamu.
Harchi biarlah aku merasakan derita cinta ini denganmu, asal nanti kita akan
bisa mendapatkan yang terbaik”.
Ya, aku memang berbeda
keyakinan dengan harchi. Aku yang beragama kristen dan harchi yang islam itu
membuat kita tak dapat bersatu. Baik aku maupun dia memang tak ada yang ingin
mengalah.
Namun, pukul 01:01:29 WIB
tepatnya tanggal 24-01 kemarin , dia mengirimkan aku sebuah pesan yang
berisikan.
“Aku sayang kamu meski
aku tak pernah mengatakannya di depanmu
ataupun lewat media lain. Jika kamu ingin tahu seberapa besar cinta ini, cukup
kamu tatap mata ini”.
Saat ku terbangun, aku membuka
pesan itu dan membacanya secara hati-hati. Aku memang langsung menangis, dan
tangisku bukan sedih melainkan aku terharu karena kesetiaanku untuk menjaga
perasaan ini membuahkan hasil.
Oh, tuhan terimakasih
atas segalanya. kau masih mengizinkanku untuk mencintainya dan menjaga perasaan ini untuknya. walau aku yang pergi biarkan dia selalu bersama-sama dengan do'a ku yang akan selalu menyertainya. aku sanyang kamu Harchi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar