Minggu, 25 Januari 2015

Hati Terluka

BUKAN KEINGINANKU TUK PERGI DARIMU

Saat itu suasana cerah menghibur setiap pribadi yang merasakannya. Nama ku Bella lebih akrab dipanggil cumi oleh sahabat dan pacarku. Aku ingin bercerita tentang perasaanku yang selama ini harus tersakiti. Sebut saja dia Harchi (nama panggilan), dia adalah sahabat sekaligus orang yang aku sayang dan kita pernah saling mencintai. Namun itu tak berakhir lama, karena dia memang tak bisa memiliki pacar yang jauh. Sebenarnya jika dibandingkan dengan cewek-cewek lain yang dia kenal, aku adalah yang paling jelek. Tapi aku bersyukur karena aku masih dikasih kesempatan untuk mencintainya dan memberikan dia kasih sayang. Sekarang ini aku dan dia sudah jarang  berkomunikasi. Aku sekarang sekolah diluar daerah, sedang dia masih sekolah didaerahku. Aku selalu melihat kabar dia lewat SosMed (sosial media). Memang hatiku selalu perih ketika kulihat dia sekarang sudah bersama yang lain, dan tak sedikit air mata ini yang keluar ketika ku dengar kabarnya sedang menjalin tali kasih bersama yang lain karna sesungguhnya aku dan dia belum pernah putus, hanya jarak yang memisahkan. Aku sadar cinta sejati adalah cinta yang tak pernah bisa dipisahkan oleh apapun kecuali maut. Tapi aku dan dia mungkin memang takkan bisa bersatu.

Angin yang menyejukkan diri ini, membawa ku pada bayangannya. Siapa lagi sosok itu kalau bukan harchi. Aku yang sedang berteduh pada sebuah pohon yang cukup rindang, akhirnya memutuskan untuk membuka facebook aku iseng-iseng comment distatusnya. Tapi akhirnya aku seneng banget karena commentku di bales olehnya. 10 menit aku dan dia saling menanyakan kabar, pada akhirnya aku mengetahui kabarnya bahwa dia sedang sakit.
Rasanya aku ingin menangis tapi untunglah aku masih sadar kalau waktu itu aku masih berada disekolah. Saat mendengar kabarnya aku ingin pulang kedaerahku danmenjenguk dia yang sedang sakit.

Malam yang dingin berselimut kan rindu, aku mencoba untuk menelvonnya tapi telfonku tak diangkat. Aku khawatir tentang keadaannya, ingin ku tembus malam dan mencoba datang menghampirinya. Setelah beberapa saat ku menunggu, akhirnya dia mengangkat telfonku. Air mata ini mulai menetes ketika ku dengar suaranya yang melemah. Aku sangat hafal suaranya, suara yang tegas dan terkadang selalu membuat aku tertawa. Kini suara itu melemah dan hampir hilang bahkan suara itu disertai batuk. Aku tak tahu pasti apa penyakitnya tapi waktu itu dia batuk dan ada darahnya. Walau aku tak secara langsung merasakannya tapi aku bisa tahu kalau dia benar-benar merasakan sakit. Saat ini aku hanya bisa berdo’a dan menguatkannya.

   “harchi, kamu harus kuat ya” sambil terisak ku coba menguatkan dirinya.
   “ya cumi, aku akan selalu berusaha buat sembuh, tapi jika ku tak kuat. Ku harap kau masih dapat         mengenangku dan memaafkan segala kesalahan ku”. 
Dia bicara sambil menahan sakit. Ketika ucapan itu keluar dari mulutnya, air mataku semakin menetes membanjiri ranjangku.
“harchi, kamu nggak boleh ngomong seperti itu sayang. Aku nggak ingin kehilangan kamu, kamu harus jaga diri kamu, jangan sampai lupa makan dan minum obat ya”.
“mik... kamu jangan menangis, aku baik-baik saja kok”.
“harchi, dengan kondisimu yang seperti ini kamu nggak bisa bohongi aku kalau kamu baik-baik saja”.
“mik... sebenarnya aku sudah divonis, jadi aku hanya bisa berserah”.
“harchi.. dengerin aku. Nggak ada seorang dokter yang bisa mengetahui umur seseorang. Sekalipun dokter mengatakan bahwa umurnya sudah tak lama lagi, tapi ucapan itu tak ada yang benar. Karena yang mengetahui segalanya adalah Tuhan yang menciptakan kita dan semesta ini. Bersyukurlah ketika kamu diber sakit. Karena dengan ini kamu akan belajar untuk lebih mencintai dirimu sendiri”.
 “mik kenapa kamu menguatkan aku. Bukankah harusnya kamu senang jika aku tak ada lagi, dan pastinya kamu tak ada yang menyakiti kamu”
 “harchi, aku tak pernah menganggap kamu melukai hati ku dan aku tak akan pernah senang jika kamu berkata seperti itu. Tapi aku...”.
“tapi apa mik...?
“tapi aku akan menangis karenamu. Jika aku boleh berbohong, aku akan berbohong kalau aku nggak kangen kamu, nggak sayng kamu, dan aku nggak membutuhkan kamu”.
“cumi, maafkan aku ya, kalau selama ini aku belum bisa memberikan yang terbaik untukmu. Aku hanya bisa melukai perasaanmu, dan membuat mu menangis. Mik aku memang tak bisa mencintaimu semakin dalam, karena akhirnya toh kita tak akan bisa bersama. Mungkin jika kamu mengalah, kita pasti dapat bersama”.
“sudahlah harchi, aku tak bisa merubah keputusanku, karena bagiku agama itu lebih penting dari pada kamu. Harchi biarlah aku merasakan derita cinta ini denganmu, asal nanti kita akan bisa mendapatkan yang terbaik”.

Ya, aku memang berbeda keyakinan dengan harchi. Aku yang beragama kristen dan harchi yang islam itu membuat kita tak dapat bersatu. Baik aku maupun dia memang tak ada yang ingin mengalah.
Namun, pukul 01:01:29 WIB tepatnya tanggal 24-01 kemarin , dia mengirimkan aku sebuah pesan yang berisikan.

“Aku sayang kamu meski aku tak pernah mengatakannya  di depanmu ataupun lewat media lain. Jika kamu ingin tahu seberapa besar cinta ini, cukup kamu tatap mata ini”.

Saat ku terbangun, aku membuka pesan itu dan membacanya secara hati-hati. Aku memang langsung menangis, dan tangisku bukan sedih melainkan aku terharu karena kesetiaanku untuk menjaga perasaan ini membuahkan hasil.


Oh, tuhan terimakasih atas segalanya. kau masih mengizinkanku untuk mencintainya dan menjaga perasaan ini untuknya. walau aku yang pergi biarkan dia selalu bersama-sama dengan do'a ku yang akan selalu menyertainya. aku sanyang kamu Harchi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar